Perikanan Pekalongan
Musim Penangkapan Ikan
Penangkapan ikan di Pekalongan dipengaruhi oleh factor musim yaitu musim Barat, musim Timur dan musim Peralihan. Di musim Barat, ditandai dengan keadaan cuaca yang tidak bagus pada bulan November sampai Maret. Kondisi fisik terlihat dengan adanya ombak besar dan angin yang bertiup sangat kencang. Di musim ini, nelayan memilih tidak melaut atau pulang ke kampong halaman. Ada beberapa nelayan, memanfaatkan musim Barat untuk mencari nafkah di luar sektor penangkapan ikan, seperti sewa motor, pekerja sewa di pabrik, perajin batik dan sebagainya.
Musim Timur, merupakan kebalikan dari musin Barat, terjadi pada bulan Juni sampai Oktober. Kondisi di laut sangat mendukung untuk penangkapan ikan dikarenakan musim puncak ikan. Melimpahnya ikan mendorong nelayan di wilayah Pekalongan dan sekitarnya untuk melaut. Untuk musim peralihan, terbagi menjadi dua bagian, pada bulan Oktober hingga November dan April hingga Mei. Keadaan di laut mengalami peralihan, sehingga kondisi fisiknya tidak menentu. Namun, kapal-kapal tetap melaut, tidak takut terhadap factor musim.
Daerah Penangkapan Ikan
Penentuan daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan salah satu factor yang menentukan keberhasilan operasi penangkapan ikan. Daerah penangkapan ikan ditentukan dengan dua cara, yaitu berdasarkan pengalaman kapten kapal pada operasi sebelumnya dan mencari informasi melalui pemantauan radio SSB terhadap kapal yang sedang melakukan operasi. Pemilihan DPI tentunya dengan memantau informasi keadaan cuaca yang diberikan syahbandar perikanan. Hal lain yang menentukan pemilihan DPI adalah izin yang dimiliki kapal tersebut. Sebagian kapal masih memiliki izin untuk beroperasi di Laut Jawa (WPP-RI 712), namun sebagian kapal hanya memiliki izin untuk melakukan penangkapan di Selat Karimata, Selat Makassar dan Laut Natuna (WPP-RI 711) (Ekaputra, 2009).
Pada bulan-bulan dimana terjadi arus musim barat yaitu pada bulan Desember – Februari, kapal-kapal purse seine cenderung memilih DPI yang lebih dekat dari PPN Pekalongan seperti Bawean, Lumu-lumu, Matasiri, Lari-larian, Daerah Utara Pulau Bali, Karimun Jawa dan Mamburit. Sedangkan saat terjadi arus musim timur yaitu pada bulan Juni-Agustus, kapal-kapal purse seine dapat beroperasi lebih jauh seperti di Kotabaru, Masalembo, Goa-goa, Sulawesi (S. Karimata), Makassar (S. Makassar) dan Laut Cina Selatan (Kep. Natuna) (Ekaputra, 2009
Unit Penangkapan Ikan
Purse seine adalah alat tangkap yang paling banyak memberikan kontribusi bagi produksi ikan laut di Kotamadya Pekalongan (PPN Pekalongan, 2007). Unit purse seine merupakan satu kesatuan teknis dalam operasi penangkapan ikan yang terdiri atas kapal, alat tangkap dan nelayan. Dalam Manurung (2006), unit penangkapan yang dominan menangkap ikan komoditas unggulan dan memiliki produktivitas tertinggi dari keseluruhan unit penangkapan yang ada di Pekalongan adalah unit penangkapan purse seine.
Kapal Penangkap Ikan
Kapal penangkap ikan, merupakan kapal yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya, baik langsung maupun tidak langsung. Perahu yang membawa hasil 7 dari daerah produksi/daerah penangkapan ikan (DPI) ke daerah konsumen tidak disebut kapal atau perahu penangkap, tetapi perahu atau kapal yang digunakan untuk mengangkut nelayan, alat tangkap dan hasil tangkapan dalam rangka penangkapan termasuk dalam perahu/kapal penangkap (Dirjen Perikanan (1999) dalam Mara (2010)).
Pada umumnya kapal yang digunakan oleh nelayan-nelayan di Kotamadya Pekalongan terbuat dari jenis kayu jati (Tectona grandis). Konstruksi atau rancang bangun kapal berbeda tergantung alat tangkapnya. Daya tahan kapal dari jenis kayu ini mencapai 15-20 tahun. Daya tahan ini dibutuhkan selama pelayaran menuju daerah penangkapan, ketika melakukan operasi penangkapan dan sewaktu melakukan pelayaran kembali ke Pelabuhan (Christanti, 2005).
Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (PPNP), terdapat kapal-kapal pendatang yang didominasi oleh kapal dari Rembang untuk kapal mini purse seine, dan kapal Pekalongan untuk kapal purse seine. Kapal lainnya, misalnya gillnet sangat sedikit ditemukan di Pelabuhan, terlihat di saat mengisi bahan bakar di SPBN, jarang bersandar di PPN Pekalongan. Kapal gillnet yang didominasi dari wilayah Jawa Timur, lebih memilih bersandar di Batang. Pada saat dilakukan praktek kerja lapang (PKL), bertepatan dengan musim Timur, dengan potensi tangkapan ikan yang melimpah.
Pendataan kapal dengan metode observasi dan wawancara, mempunyai jumlah sampel 30 buah. Dari sampel tersebut, didapatkan 63% kapal mini purse seine, 30% kapal purse seine dan 7% kapal gillnet. Menurut data dari Buku Statistik PPN Pekalongan (2011), selama sepuluh tahun terakhir (2001-2010), puncak penurunan terbesar angka masuk, keluar dan bongkar kapal purse seine di tahun 2010 (Tabel 3, Lampiran). Dibandingkan dengan tahun 2009, penurunan nilai kapal masuk 22%, kapal keluar 21% dan bongkar kapal 22%. Angka terbesar di tahun 2001, kapal masuk 3.447 buah, kapal keluar 3.286 buah dan bongkar kapal 6.798 buah.
Untuk kapal purse seine di Pekalongan berdasarkan metode observasi, GT bervariasi dengan kisaran 59-135 GT. Ada 6 kapal yang beroperasi dengan purse seine, sebanyak 5 kapal dengan kisaran 59-100 GT, dan 1 kapal di atas 100 GT. Kapal-kapal purse seine yang bersandar lebih mudah ditemui pada awal bulan dan memasuki pertengah bulan, di saat terang bulan. Di akhir bulan, kapal sudah tidak beroperasi, hanya bersandar di PPN Pekalongan. ABK kapal memasuki masa libur, kembali ke rumahnya masing-masing. Di saat siang hingga sore hari, ABK yang masih di kapal melakukan perbaikan kapal dan persiapan alat tangkap, di awasi oleh pemilik kapal.
Menurut, grafik berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh PPN Pekalongan pada bulan Juli 2011, ditemui tidak adanya kapal gillnet, 1 kapal angkut, 28 kapal purse seine dan 68 kapal mini purse seine yang bersandar di PPN Pekalongan. Jumlah keseluruhan kapal adalah 95 kapal.
Alat Penangkap Ikan
Di Indonesia, alat tangkap mempunyai berbagai macam variasi menjadi 11 klasifikasi yaitu pukat udang, pukat ikan, pukat kantong, pukat cincin, jaring insang, jaring angkat, pancing, perangkap, alat pengumpul kerang dan rumput laut, muroami, dan lain-lain. Alat tangkap yang banyak dioperasikan di PPN Pekalongan adalah jenis pukat: pukat cincin (purse seine), pukat cincin mini (mini purse seine), jaring insang (gillnet), pancing (longline) dan sebagainya.
Nomura dalam Yudianto (1992), membagi jaring purse seine dalam dua bagian besar yaitu badan/tubuh jaring, kantong dan bagian selvadge atau jaring penguat. Bagian tubuh jaring terbuat dari bahan yang halus, sehingga dapat mengurangi daya tahan terhadap arus. Sebaliknya, pada bagian kantong badannya harus lebih kuat agar dapat menahan gaya tegang atau goncangan yang disebabkan oleh ikan-ikan hasil tangkapan yang berkumpul pada bagian kantong sedangkan pada bagian selvadge digunakan untuk melindungi jaring bagian atas dan bawah terhadap gaya tegang dan terbuat dari bahan yang lebih berat dari bagian kantong. Bagian sisi bawah diusahakan dapat tenggelam secepat mungkin karena penggunaan purse
seine pada umumnya bertujuan untuk menangkap ikan pelagis. Alat tersebut diharapkan dapat melingkari gerombolan ikan dengan cepat, untuk mencegah ikan melarikan diri dapat dilakukan dengan membuat dinding jaring yang cukup lebar dan mengurung gerombolan ikan ke dalam lingkaran secepat mungkin. Purse seine digolongkan ke dalam kelompok surrounding nets (Von Brandt (1984) dalam Pratiwi, 2002). 3.2.3.3. Nelayan
Dalam kegiatan penangkapan ikan, nelayan purse seine berjumlah 30 – 40 orang yang terbagi menjadi nakhoda, wakil nakhoda, juru mesin, juru mudi, juru arus, juru lampu, juru masak, juru perbekalan, juru gudang dan buruh penarik jaring. Pembagian tugas ini berdasarkan keahlian yang dimiliki oleh nelayan.
Menurut Ayodhoa (1981), nelayan menurut aktifitasnya dikelompokkan menjadi : (1) nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk menangkap ikan; (2) nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk menangkap ikan; dan (3) nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang hanya sebagian kecil waktunya digunakan untuk menangkap ikan. Jumlah nelayan yang dibutuhkan untuk pengoperasian setiap unit penangk apan ikan tergantung dari ukuran kapal/perahu yang
digunakan dan besaran ukuran jaring, biasanya sebagian besar ukuran jaring dan sebagian besar ukuran kapal, maka semakin banyak tenaga kerja yang dibutuhkan sampai batas tertentu. Jumlah nelayan untuk unit purse seine paling banyak menyerap tenaga kerja, hal ini dipengaruhi oleh kapasitas perahu purse seine yang lebih besar dan juga jarak jangkaunya yang lebih jauh.
Di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan, kapal purse seine yang bersandar didominasi oleh kapal Pekalongan. Nelayan yang ikut kapal purse seine merupakan warga yang berdomisili di Pekalongan. Dalam sekali melaut, nelayan menghabiskan waktu di laut selama 2 – 3 bulan. Setelah melakukan satu trip, nelayan akan libur melaut hingga 1-2 minggu, kembali ke rumah masing-masing. Kapal-kapal purse seine akan diperbaiki kondisinya bila mengalami kerusakan di waktu libur nelayan. Persiapan alat tangkap yang digunakan ketika melaut dilakukan sore hari. Para nelayan akan diawasi oleh pemilik kapal dalam melakukan perbaikan kapal dan persiapan alat tangkap.
Operasi Penangkapan Ikan
Pada umumnya dalam pengoperasian purse seine dikenal dua cara (Sudirman dan Mallawa, 2004), yaitu (1) purse seine dioperasikan dengan mengejar gerombolan ikan, hal ini biasanya dilakukan pada siang hari; (2) menggunakan alat bantu penangkapan seperti rumpon, cahaya, fish finder. Hal ini dapat dilakukan pada siang dan malam hari. Di Pekalongan, system penangkapan ikan ini digunakan untuk mendapatkan ikan yang optimal. Sedangkan untuk kapal mini purse seine, alat bantu yang digunakan dominasi dengan alat bantu cahaya, lampu, dan rumpon. Untuk penggunaan fish finder sendiri kurang dioptimalkan karena
kurangnya pemahaman aplikasi instrument tersebut untuk menangkap ikan. Instrument ini lebih cenderung hanya untuk mengetahui kedalaman perairan dan keberadaan karang. Menurut Ayodhyoa dalam Lestiawan (2008), pengoperasian alat tangkap Purse seine dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Pertama-tama haruslah diketemukan gerombolan ikan terlebih dahulu. Ini dapat dilakukan berdasarkan pengalaman-pengalaman seperti adanya perubahan warna permukaan air laut karena gerombolan ikan berenang dekat pada permukaan air, ikan-ikan yang melompat-lompat dipermukaan, terlihat riak-riak kecil karena gerombolan ikan berenang dekat permukaan, buih-buih permukaan laut akibat udara-udara yang dikeluarkan ikan, burung-burung yang menukik-nukik dan menyambar-nyambar dipermukaan laut dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut diatas biasanya terjadi pada dini hari sebelum matahari terbit atau senja hari setelah matahari terbenam. Dewasa ini dengan adanya berbagai alat bantu seperti fish finder, dll, waktu operasi tidak lagi terbatas pada dini hari dan senja hari, siang hari sekalipun jika ada gerombolan ikan
diketemukan segera jaring dapat dipasang.
b. Pada operasi malam hari, mengumpulkan atau menaikan ikan kepermukaan laut dilakukan dengan menggunakan alat bantu cahaya lampu. Biasanya dengan alat bantu fish finder bisa diketahui depth (kedalaman) dari gerombolan ikan, juga besar dan densitasnya. Setelah posisi ini telah ditentukan barulah lampu dinyalakan. Kuat cahaya (light intensity) yang digunakan berbeda-beda, tergantung pada besarnya kapal, kapasitas sumber cahaya, juga pada sifat phototaksisnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Sebagai contoh Purse seine untuk ikan sardine nelayan jepang menggunakan cahaya sekitar 3.000 – 5.000 cahaya lilin (Candle Light).
c. Setelah gerombolan ikan (fish Shoaling) diketemukan perlu juga diketahui arah renang (Swimming Direction), kecepatan renang (Swimming Speed), kepadatan (density) ikan. Hal-hal ini dipertimbangkan lalu diperhitungkan pula arah, kekuatan , kecepatan angin dan arus. Sesudah hal-hal diatas diperhitugkan barulah jaring dipasang. Penentuan keputusan ini haruslah dengan cepat, mengingat bahwa ikan yang menjadi tujuan
penangkapan terus dalam keadaan bergerak, baik oleh kehendaknya sendiri maupun akibat dari bunyi kapal, jaring diturunkan dan lain-lain sebagainya. Tidak boleh pula luput dari perhitungan, ialah keadaan dasar perairan, dengan dugaan bahwa ikan-ikan yang telah terkepung berusaha melarikan diri mencari tempat yang aman (pada umumnya ketempat yang mempunyai kedalaman/depth lebih dalam), dengan demikian arah perentangan jaring harus pula dapat menghadang ikan yang terkepung dalam keadaan yang memungkinkan ikan-ikan tersebut melarikan diri ke kedalaman yang lebih dalam. Pada waktu melingkari gerombolan ikan, kapal dijalankan dengan cepat, tujuannya agar gerombolan ikan segera dapat terkepung, setelah selesai mulailah Purse line (tali kolor) ditarik dengan demikian bagian bawah jaring akan tertutup.
Melingkari gerombolan ikan dengan jaring adalah dengan tujuan supaya ikan-ikan tidak dapat melarikan diri pada arah horizontal, sedangkan dengan menarik Purse line adalah untuk mencegah ikan supaya tidak dapat melarikan diri kearah bawah. Untuk mencegah hal ini dipakai pemberat (Tom’s Weight) ataupun dengan pergerakan-pergerakan galah, memukul-mukul permukaan air, dan lain sebagainya. Setelah Purse
line ditarik barulah tali pelampung (Float line) serta tubuh jaring (wing). Ikan-ikan yang telah terkumpul diserok keatas kapal.
Fasilitas Sarana dan Prasarana
Fasilitas yang disediakan oleh PPN Pekalongan bagi pengguna jasa pelabuhan perikanan (PPN Pekalongan, 2009) antara lain:
1. Fasilitas pokok, ialah fasilitas yang diperlukan kapal ikan untuk berlayar keluar masuk pelabuhan secara aman dan tempat berlabuh bagi kapal-kapal tersebut. Fasilitas pokok ini terdiri dari :
a. Penahan gelombang timur 275 m2
b. Penahan gelombang barat 320 m2
c. Dermaga quay barat 345 m2
d. Dermaga quay timur 220 m2
e. Alur pelayaran
f. Sarana navigasi
2. Fasilitas fungsionil, ialah fasilitas pelengkap dari fasilitas pokok untuk memperlancar pemberian jasa-jasa pelabuhan. Fasilitas ini terdiri dari:
a. Perbengkelan 1 unit
b. Slip way 1 unit
c. Tempat perbaikan/penjemuran jarring
d. Tempat parker
e. Menara air bersih dan jaringan instalasi air 4 unit
f. TPI selatan seluas 1.930 m2 dan TPI utara seluas 3.704 m2
g. Tempat peristirahatan nelayan seluas 131 m2
h. Pasar pengecer ikan 135 m2
i. Rumah genset dan Genset 2 unit
j. Kantor PPN Pekalongan seluas 376 m2
k. Balai pertemuan PPN Pekalongan seluas 214 m2
l. Kantor Perum Prasarana Perikanan Samudera cabang Pekalongan
m. Unit pengolah limbah 2 unit
n. Pagar keliling sepanjang 710 m
o. Pos Pemeriksaan Terpadu seluas 132 m2
p. Bangunan penyaluran BBM seluas 342,73 m2
q. Gudang perlengkapan seluas 132 m2
r. Drainase sepanjang 1000 m
s. Gudang keranjang ikan seluas 243 m2
t. Pos keamanan seluas 18 m2 dan seluas 30 m2
u. Jalan komplek pelabuhan sepanjang 2.500 m dan 1.150 m
v. TPI Higienis seluas 400 m2
w. Talud sebelah timur sungai sepanjang 70 m
x. Gedung laboratorium mini seluas 54 m2
3. Fasilitas tambahan, yaitu fasilitas yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraaan masyarakat nelayan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat umum serta tidak dapat dimasukkan dalam 2 fasilitas di atas. Fasilitas tersebut antara lain :
a. Waserda seluas 120 m2
b. Rumah dinas seluas 60 m2
c. Kawasan wisata bahari 1 Ha
d. Mess operator seluas 85 m2
e. Gedung depo nelayan seluas 168 m2
Fasilitas Pendaratan
1) Dermaga
Dermaga merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat berlabuh dan bertambatnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan dan mengisi bahan perbekalan untuk keperluan di laut (Lubis (2005) dalam Mulyadi (2007)). Panjang dermaga yang dibutuhkan suatu pelabuhan perikanan ditentukan oleh salah satu factor yaitu cara kapal merapat di dermaga. Menurut Anynomous (1981) dalam Mulyadi (2007), ada tiga cara kapal merapat di dermaga yaitu :
- Secara memanjang dimana sisi kapal menempel pada dermaga
- Secara tegak dimana haluan kapal menempel pada dermaga
- Secara miring dimana sisi depan kapal yang menempel pada dermaga
Pada umumnya pelabuhan perikanan di Indonesia mempergunakan cara pertama atau ketiga.
2) Kolam Pelabuhan
Kolam pelabuhan adalah daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal yang akan bersandar di dermaga (Lubis (2005) dalam Mulyadi (2007)). Kolam pelabuhan fungsinya dibagi menjadi dua, yaitu sebagai tempat untuk alur pelayaran yang merupakan pintu masuk kolam pelabuhan sampai ke dermaga dan sebagai kolam putar, artinya daerah perairan untuk berputarnya kapal (turning basin).
3) Alat Bantu
Peranan alat bantu dalam proses pendaratan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan sangat pentung, terutama dalam membantu proses pembongkaran, pengangkutan dan pendistribusian hasil tangkapan. Menurut Pane dalam Mulyadi (2007), dalam komunikasi pribadi mengemukakan bahwa alat bantu yang dapat mempercepat dan membantu proses pendaratan hasil tangkapan, alat bantu ini haruslah bersifat tidak merusak, bersih, tahan lama dan mudah dalam pemeliharaannya. Menurut Anynomous (2006) dalam Mulyadi (2007), alat bantu yang dipergunakan dalam proses pendaratan hasil tangkapan di PPN Pekalongan antara lain: keranjang (basket), serok (untuk mengambil ikan dari dalam palka kapal), papan luncur dan kereta dorong.
Fasilitas Penanganan
Fasilitas penanganan hasil tangkapan akan sangat mempengaruhi upaya minimalisasi penurunan mutu oleh metabolism bakteri di dalam tubuh ikan.
1) Tempat Pelelangan Ikan
Fungsi utama tempat pelelangan ikan (TPI) adalah sebagai tempat untuk melelang ikan hasil tangkapan , dimana terjadi pertemuan antara penjual dengan pembeli (pedagang atau agen perusahaan perikanan) (Lubis (2000) dalam Mulyadi (2007)). Tempat pelelangan ikan juga mempunyai fungsi tamban yaitu untuk melindungi hasil tangkapan dari sinar matahari langsung pada saat dilakukan pelelangan, juga sebelum dan sesudah pelelangan. Menurut Anynomous (1981) dalam Mulyadi (2007), kegiatan yang biasanya dilakukan
di gedung pelelangan ikan adalah:
- Menyortir, membersihkan dan menimbang ikan-ikan yang dibongkar dan dipersiapkan untuk dilelang (ruang sortir).
- Memperagakan dan melelang ikan (ruang lelang).
- Mengepak ikan yang telah dilelang untuk dibawa pergi (ruang pengepakan).
Di PPN Pekalongan (Mulyadi, 2007), perbandingan luas antara ruang sortir : ruang lelang : ruang pengepakan adalah 1: 2 : 1, jadi ruang lelang merupakan 50% dari seluruh ruang pelelangan. Luas gedung pelelangan ditentukan oleh beberapa factor antara lain, jumlah produksi yang harus ditampung oleh gedung pelelangan, jenis ikan yang ditangkap dan cara penempatan ikan pada saat peragaan.
2) Instalasi Air Bersih
Pane (2005) dalam Mulyadi (2007), Air yang digunakan untuk kebutuhan melaut dan penanganan ikan harus memenuhi syarat sanitasi dan hygiene. Sumber air bersih di suatu pelabuhan dapat berasal dari sungai, setu, waduk, sumur artesis, PAM, air laut olahan dan waduk buatan. Menurut Mahyudin (1982) dalam Mulyadi (2007), di PPN Pekalongan, air tawar digunakan untuk perbekalan operasi ke laut, air minum, sanitasi, WC, kamar mandi dan perumahan tamu.
Air bersih yang tersedia di PPN Pekalongan, tidak dimanfaatkan dengan baik oleh para nelayan. Ikan yang turun dari kapal, disiram dengan air sungai yang sudah tercemar limbah maupun minyak. Di TPI Higienis, nelayan juga masih melakukan penyiraman dengan air sungai, padahal sudah ada kran air bersih untuk penyiraman ikan. Air bersih di TPI Higienis ditentukan jadwal pengalirannya sesuai dengan kedatangan kapal-kapal yang melakukan pelelangan di TPI Higienis. Masjid yang dibangun di area komplek gedung
pelelangan ikan, air bersih tidak berjalan dengan baik.
3) Pabrik Es atau Unit Pelayanan Es
Penggunaan es dalam melaut, biasanya digunakan oleh nelayan kapal mini purse seine dan gillnet yang melakukan penangkapan ikan dalam durasi 1 – 10 hari. Menurut Mulyadi (2007), es digunakan untuk mempertahankan mutu hasil tangkapan, penanganan saat ikan didaratkan atau sebelum sampai ke tempat tujuan konsumen. Anynomous (2003) dalam Mulyadi (2007), menyatakan bahwa kebutuhan es untuk keperluan kapal penangkapan ikan disuplai dari beberapa pabrik es yang dikelola oleh swasta dan Koperasi Unit Desa (KUD) yang berlokasi di sekitar PPN Pekalongan. Pelayanan es yang ada di PPN Pekalongan yaitu berupa penyediaan pasokan es untuk perbekalan penangkapan ikan.
Penanganan dan Pengolahan Ikan
Penanganan dan pengolahan hasil perikanan bertujuan memberikan nilai jual yang lebih terhadap produk perikanan yang dihasilkan, hasil tangkapan dapat bertahan lebih lama, sehingga dapat dipasarkan ke pihak konsumen sebagai ikan segar atau bentuk olahan, tanpa adanya resiko penurunan mutu yang lebih besar. Tinggi rendahnya mutu ikan sebagai bahan mentah atau bahan baku prose pengolahan sangat tergantung pada penanganan yang dilakukan. Makin baik proses pengolahannya, makin tinggi pula mutu ikan yang dihasilkan. Penanganan dan pengolahan hasil tangkapan ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan
Nusantara Pekalongan sebagai berikut :
Penanganan ikan di PPN Pekalongan
Sebelum ikan masuk ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI), maka dilakukan tahap penanganan seperti pada waktu pembongkaran hasil tangkapan diadakan penyortiran menurut jenis dan dimasukkan ke dalam keranjang diberi label yang berisi nama kapal dan pemiliknya. Ikan selanjutnya ditimbang dan disaksikan oleh pemilik dan nahkoda kapal serta petugas dari TPI. Pelelangan dimulai sesuai dengan nomor urut lelang. Setelah selesai lelang, ikan dibawa ke tempat pengepakan. Wadah yang digunakan adalah drum plastic. Adapun tahap-tahap penanganan setelah pelelangan adalah pecahan es balok diletakkan pada dasar wadah, lalu ikan selapis demi selapis dimasukkan kedalamnya. Setiap lapisan diberi pecahan es balok secukupnya. Pada lapisan paling atas ditutup dengan pecahan-pecahan es balok. Sedangkan untuk ikan yang berasal dari kapal purse seine sudah digarami terlebih dahulu di kapal.
Pengolahan ikan di PPN Pekalongan
Pengolahan ikan selain bertujuan mempertahankan mutu ikan agar tahan lama, juga dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah melalui diversifikasi produk untuk memperluas jangkauan pemasaran. Bentuk pengolahan ikan di sekitar PPN Pekalongan adalah pengasinan, pemindangan dengan skala industry rumah tangga yang dilakukan di rumah masing-masing. Di pengolahan hasil perikanan PT Maya Foods, diperoleh ikan kalengan dan kerupuk ikan.
Distribusi dan Pemasaran Ikan
Hasil tangkapan nelayan pada umumnya didaratkandi PPN Pekalongan. Tetapi ada juga yang menjual hasil tangkapannya ke nelayan lain di tengah laut. Nelayan menjual hasil tangkapannya di laut dengan alasan lama trip yang memungkinkan ikan tersebut mudah rusak. Biasanya terjadi pada kapal besar yang memiliki lama trip berbulan-bulan. Sebelum didistribusikan ke pasar, ikan hasil tangkapan tersebut dilelang terlebuh dahulu. Proses pelelangan di TPI PPN Pekalongan dikelola oleh KUD Makaryo Mina dengan retribusi yang
dikenakan kepada nelayan 3% dan kepada bakul 2% dari harga ikan yang dilelang. Bakul yang ikut lelang adalah pedagang besar, pedagang kecil, pengolah ikan, dan konsumen akhir (Rachmat, 2010).
Hasil tangkapan yang sudah selesai dilelang, selanjutnya ada yang dipindahkan ke alat angkut untuk didistribusikan dan ada juga dilakukan pencucian, penggaraman di es-kan, dijual kembali ke bakul lain, tempat pemasaran ikan dan ke pengolah ikan. Untuk pasar local Jawa Tengah adalah Kalibening, Pemalang, Kendal, Tegal dan Brebes. Daerah distribusi hasil tangkapan dari PPN Pekalongan untuk jenis ikan yang dominan (banyar, layang, lemuru, tembang, selar dan tongkol) meliputi daerah Jakarta, Bandung, Bogor, Sukabumi, Cirebon, Pati, Semarang dan Jawa Timur yaitu Kota Surabaya. Dari aspek distribusi Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan memiliki posisi sangat strategis terhadap mata rantai pemasaran ikan karena berfungsi sebagai pasar induk (Whole sale market) dimana ikan-ikan yang didaratkan tersebut dilelang kemudian langsung didistribusikan ke pasar eceran (retail market) di daerah konsumen di kota maupun di berbagai desa terpencil atau dikirim dulu ke tempat pengolahan ikan untuk diproses lebih lanjut menjadi bermacam-macam produk olahan seperti diasinkan, dipindang, dikaleng, diasap atau dijadikan tepung ikan (Kusumawati, 2008).
Pemasaran hasil tangkapan dengan system pelelangan yang sudah berjalan sangat baik merupakan salah satu keunggulan dari Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan dalam mendistribusikan hasil tangkapannya juga letaknya yang strategis yang telah memberikan akses yang lebih mudah bagi alat transportasi dari segala ukuran dalam pengangkutan hasil tangkapan yang sudah dilelang (Manurung, 2006).
- See more at: http://nizcha0804.blogspot.com/2012/02/kondisi-umum-perikanan-pekalongan.html#sthash.3bw9TZwy.dpuf
Post a Comment